Pola Pikir Induktif pada Pembelajaran Matematika
Belajar Daring - Artikel ini akan membahas mengenai Pola Pikir Induktif pada Pembelajaran Matematika yang dapat digunakan oleh guru dalam penyampaian materi kepada siswanya.
Berpikir matematis digunakan dalam kegiatan matematika, karena itu erat hubungannya berpikir matematis dengan isi dan metode aritmatika serta matematika.
Berpikir Induktif
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan.
Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah kesimpulan yaitu berupa pengetahuan (Suriasumantri, 1997: 1).
Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana tertentu pula.
Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : bahasa ilmiah, logika dan matematika, serta logika dan statistika (Tim Dosen Filsafat Ilmu. 1996: 68).
Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah.
Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran dari seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain.
Logika dan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
Berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 1996 : 91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut:
Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen.
Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
Langkah kedua adalah perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut.
Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian.
Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga dibandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum.
Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya.
Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.
Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah.
Persoalan yang dihadapi oleh induksi adalah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal.
Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
Metode Berpikir Induktif pada Pembelajaran Matematika
Induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi).
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada.
Hal ini disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.
Pada pembelajaran matematika, pola pikir induktif digunakan guru jika dalam menyampaikan materi pembelajaran dimulai dari hal-hal yang khusus menuju ke hal yang lebih umum.
Dalam mengenalkan konsep bangun datar, misalnya persegi, guru dapat menunjukkan berbagai bangun geometri atau gambar datar kepada para siswa, dan mengatakan “ini namanya persegi.”
Selanjutnya menunjuk bangun lain yang bukan persegi dengan mengatakan “ini bukan persegi.”
Setelah guru memberikan kasus khusus misalnya contoh-contoh, siswa mengamati, membandingkan, mengenal karakteristik, dan berusaha menyerap berbagai informasi yang terkandung dalam kasus khusus tersebut untuk digunakan memperoleh kesimpulan atau sifat yang umum.
Proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi.
Ketepatan sebuah dugaan atau pembentukan generalisasi dalam pola penalaran ini sangatlah tergantung dari data dan pola yang tersedia.
Semakin banyak data yang diberikan atau semakin spesifik pola yang diberikan, maka akan menghasilkan sebuah dugaan atau generalisasi yang semakin mendekati kebenaran.
Sebaliknya, semakin sedikit data yang diberikan atau semakin kurang spesifiknya pola yang disediakan, maka dugaan atau generalisasi bisa semakin jauh dari sasaran, dan bahkan bisa memunculkan dugaan atau generalisasi ganda.
Contoh:
Misalkan diberikan sebuah barisan bilangan 2, 5, 8, 11, 14, 17, 20, ..., maka pengenalan pola dimaksudkan sebagai suatu identifikasi tentang tata aturan penulisan barisan tersebut.
Dari contoh ini dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan bilangan berikutnya, maka sebuah bilangan dalam barisan tersebut harus ditambah dengan 3.
Setelah mengetahui polanya, selanjutnya dapat dilakukan dugaan-dugaan tentang bilangan-bilangan yang akan muncul pada urutan yang lebih tinggi, misalnya dugaan tentang 3 bilangan yang akan muncul pada urutan ke 8, 9 dan 10.
Selanjutnya hasil dari proses pengenalan pola dan pendugaan tersebut dapat digunakan untuk membentuk sebuah generalisasi, yakni dengan menyusun formula untuk menentukan bilangan yang akan muncul pada urutan ke n.
Kesimpulan
Dari pembahasan Pola Pikir Induktif pada Pembelajaran Matematika di atas, nampak jelas bahwa penalaran induktif merupakan proses penyimpulan secara umum dari hasil observasi yang terbatas.
Hasil kesimpulan yang diperoleh bisa jadi kurang valid atau bisa mengakibatkan kesalahan penafsiran apabila data yang dipergunakan kurang lengkap atau pola yang diamati kurang spesifik.
Sementara itu konsep-konsep dalam matematika tidak pernah mengalami perubahan, jikalau pun ada itu sifatnya hanyalah penambahan karena adanya temuan-temuan baru dan tidak sampai merubah konsep yang sudah ada sebelumnya.
Hal ini karena sistem yang ada dalam matematika merupakan sistem-sistem deduktif, dimana kebenaran suatu konsep didasarkan pada konsep-konsep sebelumnya.
Oleh karena itu sistem penalaran yang paling banyak berperan dalam matematika adalah penalaran deduktif.
Demikianlah yang dapat Admin informasikan mengenai sebuah Pola Pikir Induktif pada Pembelajaran Matematika, semoga artikel ini dapat bermanfaat.
Terima Kasih.
Selamat Belajar Daring.
Posting Komentar untuk "Pola Pikir Induktif pada Pembelajaran Matematika"