Penjelasan Makna Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila
belajardaring.net |
Belajar Daring - Penjelasan Makna Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila.
Selamat datang di Blog Belajar Daring, semoga artikel ini dapat bermanfaat.
Pada kesempatan kali ini Admin akan membahas mengenai Penjelasan Makna Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila, silahkan disimak ya...
Bahwa pikiran manusia mampu memverifikasi sesuatu dengan 3 (tiga) cara. Salah satunya adalah dengan cara verifikasi murni dengan pendekatan filosofis.
Dalam hal ini, penggalian makna memang tidak secara langsung dapat ditemukan realitasnya dalam pikiran, meski begitu pemahaman kita didapat dari pengamatan kita terhadap realitas di luar.
Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan salah satu sila dari lima sila Pancasila yang sifatnya universal.
Konsep ini disusun berdasarkan pada pengamatan yang tampak dalam realitas nyata dari sosio-kultur masyarakat Indonesia yang meyakini beragam aliran kepercayaan dan agama.
Kepercayaan dan agama itu memiliki konsep tentang ketuhanan nya masing-masing, yang dipahami dari kitab suci mereka menggambarkan Tuhan.
Karena perbedaan pemahaman dan penggambaran Tuhan itulah kemudian konsep tentang Tuhan di masing-masing kepercayaan dan agama pun menjadi berbeda.
Hal ini sejalan dengan ajaran Kitab Suci, bahwa setiap orang dilarang mengolok-olok keyakinan dan Tuhan dari masing-masing orang, sebab jika itu terjadi, maka akan timbul saling olok satu sama lain dan ujungnya adalah permusuhan yang berdarah-darah.
Dunia telah mencatat sejarah paling kelam akibat hal seperti ini. Dan Pancasila adalah upaya untuk mencegah hal itu terjadi dalam konteks Indonesia yang beragam.
Sejak awal, para pendiri bangsa ini memahami betul hal tersebut. Bahwa pada dasarnya, fitrah manusia, apalagi manusia Indonesia, pada dasarnya bertuhan atau meyakini tentang adanya Realitas yang lebih absolut dari dirinya dan segala apa pun yang ada di alam semesta ini.
Karena Realitas absolut itu sulit dan mustahil digambarkan, maka dalam realitas kehidupannya, banyak manusia menggunakan perangkat atau sarana di alam ini sebagai penghubung dirinya untuk sampai pada-Nya.
Perangkat atau sarana itu kemudian menjadi sangat sakral sifatnya.
Pada realitas ontologisnya (dasar), wujud Tuhan itu satu, tunggal, tidak jamak dan berbilang. Ia adalah Realitas absolut yang ada di mana-mana dan tidak ke mana-mana.
Meski demikian, epistemologi manusia kemudian memahaminya dengan gambaran yang berbeda-beda, dan pada akhirnya memunculkan beragam pandangan tentang Tuhan yang berbeda pula dari setiap pemeluk agamanya.
Konsekuensi dari semua ini adalah bentuk wujud laku atau aksiologi/ aktivitas peribadatan nya menjadi berbeda satu sama lain.
Karena itu, menjalankan secara konsisten dan teguh ajaran agama adalah bagian dari manifestasi Ketuhanan YME.
Selain juga tentu dengan tidak mengolok-olok aktualisasi keagamaan orang lain yang berbeda dengan kita, bahkan menghormatinya adalah bagian dari manifestasi sila ketuhanan ini.
Realitas inilah yang kemudian mengilhami para pendiri bangsa kita bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah konsep paling dasar atau asali dari setiap agama, yang menggambarkan bahwa sesungguhnya setiap manusia beragama meyakini Realitas tunggal dan satu-satunya sebagai sumber dan tujuan hidup mereka.
Karena itu, sifat religiusitas bangsa ini tidaklah dinafikan oleh pendiri bangsa, justru malah ditampung sebagai konsep universal pertama dalam sila Pancasila.
Menafikan agama dan keyakinan religius bangsa ini sama saja menolak fitrah bangsa Indonesia. Yakni bangsa yang sejak awal berketuhanan.
Keyakinan religius itulah yang mengilhami para pendiri bangsa kita untuk menempatkan dan menjadikan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai bagian dari sila utama Pancasila.
Sebab mereka memahami, bahwa Tuhanlah sumber dan tujuan hidup manusia dan kita sebagai bangsa, caranya adalah dengan memperjuangkan nilai-nilai universal empat sila lainnya agar termanifestasikan dalam kehidupan kita di dunia ini.
Meski pun begitu, realitas ini masih ada saja yang belum dipahami oleh sebagian orang dari bangsa ini.
Sebagian orang menganggap bahwa Pancasila tidak sesuai dan relevan dengan nilai-nilai agama, bahkan menganggapnya bertentangan.
Sebab agama lebih tinggi kedudukannya dari Pancasila, agama dari Tuhan dan Pancasila dari manusia.
Persoalan ini, dari sejak Pancasila ini ditetapkan sebagai dasar negara sampai hari ini, masih menjadi polemik dan perdebatan yang tidak ada ujungnya.
Perdebatan yang banyak menguras energi anak bangsa secara sia-sia, bahkan tak sedikit harus mengorbankan darah dan nyawa.
Dalam hal ini Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berpandangan, “Penghadapan Islam kepada Pancasila adalah sesuatu yang tidak dapat dibenarkan, karena menghadapkan sesuatu yang bersifat umum kepada pandangan yang bersifat khusus (2006 : 90).
Pernyataan Gus Dur di atas merupakan pernyataan yang bisa dilihat dari aspek keumuman dan kekhususan dua pandangan hidup tersebut. Pandangan hidup Pancasila dan pandangan hidup Islam.
Pernyataan bahwa penghadapan Islam kepada Pancasila adalah sesuatu yang tidak dapat dibenarkan, karena yang satu umum dan yang lain khusus sifatnya adalah pernyataan logis yang berangkat dari pendalaman atas konsep empat relasi logika.
Ini menunjukkan bahwa definisi Islam lebih umum sifatnya dibanding definisi Pancasila.
Karena Islam adalah pandangan hidup ilahiyah yang ditujukan untuk seluruh umat manusia di dunia tanpa sekat agama, wilayah, dan sub kultur lainnya, selain itu Islam juga membahas persoalan kenabian dan juga hari kebangkitan.
Sementara Pancasila adalah pandangan hidup yang ditujukan terbatas untuk manusia Indonesia dalam wilayah dan kebudayaan khusus dengan kelima silanya, dan ia tidak membahas persoalan kenabian maupun hari kebangkitan.
Namun, Islam juga bisa menjadi khusus, jika dilihat dari aspek umat manusia yang memeluk Islam saja.
Dengan demikian, dalam konteks ini, relasi logis dari pernyataan Gus Dur di atas adalah relasi antara Islam dan Pancasila adalah relasi dominasi.
Artinya agama (Islam) mencakup ajaran Pancasila, tetapi Pancasila tidak mencakup seluruh ajaran agama.
Meski demikian, ini tidak berarti relasi keduanya berbeda dan saling bertentangan.
Selain Gus Dur, banyak pemuka agama dan ulama lainnya yang mengatakan bahwa Pancasila tidak bertentangan sedikit pun dengan agama.
Ungkapan tersebut disampaikan dengan bahasa sederhana dan langsung pada kesimpulan logisnya.
Tidak dijelaskannya argumentasi logis dan filosofisnya, agar orang Indonesia mudah memahaminya.
KH. Ahmad Shiddiq, misalnya, mengatakan bahwa Pancasila dan Islam itu sejalan bahkan saling menunjang. Keduanya bukan sesuatu yang bertentangan dan untuk dipertentangkan.
Ia juga menggambarkan tentang tujuan bernegara dan Pancasila itu niscaya bagi bangsa Indonesia sebagai sarana untuk perjuangan mencapai kemakmuran dan keadilan sosial:
Dengan demikian, Republik Indonesia adalah bentuk upaya final seluruh nation (bangsa), teristimewa kaum muslimin, untuk mendirikan negara (kesatuan) di wilayah Nusantara. Para Ulama dalam NU meyakini bahwa penerimaan Pancasila ini dimaksudkan sebagai perjuangan bangsa untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sosial (KH. Husein Muhammad, 2015).
Jelas bahwa kemakmuran dan keadilan sosial adalah ajaran universal yang diajarkan dalam agama, hal ini juga selaras dengan nilai dari Pancasila.
Artinya, pada aspek ini, Pancasila dan agama memiliki irisan dan bahkan saling beriringan.
Karena itu, Pancasila sebagai dasar negara bisa diterima oleh para ulama lainnya karena ditinjau dari aspek khususnya. Yakni kekhususan sebagai bangsa Indonesia yang plural.
Sementara agama diterima sebagai sebuah keyakinan ilahiyah ditinjau dari aspek keumuman nya, yakni pandangan hidup ilahiyah untuk seluruh umat manusia tanpa melihat aspek kebudayaan, sosio-politik, dan geografisnya.
Dari sini jelaslah, baik Pancasila maupun agama memang memiliki domain yang berbeda, tetapi kemudian bertemu pada beberapa aspek kesamaan nya.
Dengan tegas dan yakin kita bisa katakan bahwa Pancasila tidaklah bertentangan sama sekali dengan agama, bahkan untuk mempertentangkan nya pun menjadi mustahil.
Demikianlah Penjelasan Makna Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila, semoga dapat bermanfaat.
Terima Kasih.
Selamat Belajar Daring.
Posting Komentar untuk "Penjelasan Makna Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila"