Privasi Dan Keselamatan Anak dan Remaja di Media Sosial
Belajar Daring - Privasi Dan Keselamatan Anak dan Remaja di Media Sosial merupakan judul dari tulisan ini.
Privasi Dan Keselamatan Anak dan Remaja di Media Sosial akan Admin bagikan informasinya kepada Anda semua disini.
Anak dan remaja umumnya mengenali potensi bahaya keselamatan yang terjadi karena keinginan untuk mengekspresikan diri yang menjadi bagian dari eksistensi anak dan remaja.
Kesadaran ini mereka peroleh dari informasi-informasi dan kasus yang terjadi di media sosial (dan diberitakan pada media lainnya).
Walaupun menyadari potensi bahaya, namun mereka menyebutkan beberapa data diri yang secara sadar mereka bagikan melalui media sosial, yaitu sebagai berikut:
1. Data sekolah dan motto hidup
2. Nama
3. e-Mail,
4. Alamat.
Beberapa menyebutkan alamat tidak secara lengkap, namun hanya menyebutkan provinsi atau membuat alamat palsu. Tetapi beberapa juga menyebutkan alamat lengkap.
5. Nomor telpon selular
6. Video pribadi
7. Foto pribadi
8. Status kegiatan
9. Lokasi (geo tag)
Anak dan remaja umumnya memahami konsekuensi dari pemberian data pribadi mereka di media sosial.
Mereka menyebutkan dengan mengekspos data pribadi, mereka rentan terhadap kejahatan, baik di media sosial maupun di dunia nyata.
Interprestasi Privasi dan Keselamatan di Media Sosial
Sejumlah media sosial menarik untuk anak-anak, bahkan yang kurang dari 13 tahun.
Anak-anak di bawah usia 13, misalnya, sudah memiliki akun Facebook walaupun syarat memiliki akun Facebook adalah berusia di atas 13 tahun.
Hal ini disebabkan karena Facebook memiliki beberapa feature game online.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marsono (2014) bahwa daya tarik paling besar media sosial untuk anak-anak di bawah usia 13 tahun adalah adanya feature game online pada media sosial tersebut.
Banyak anak-anak yag berusia di bawah 13 tahun yang bahkan meminta bantuan orang tua/ orang dewasa untuk mengakses Facebook.
Caranya adalah dengan meminjam akun Facebook orang tua (dalam hal ini orang tua mengetahui aktivitas anak di Facebook) atau memalsukan usia mereka.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Marsono (2014) yang menyebutkan banyak anak enggak memiliki akun Facebook karena orang tua mereka juga memiliki akun Facebook.
Karena enggan dimata-matai, maka anak-anak dan remaja di bawah usia 16 tahun enggan memiliki akun di Facebook.
Rata-rata media sosial mensyarakatkan usia paling tidak 13 tahun untuk dapat membu-at akun.
Jika anak-anak yang berusia di bawah 13 tahun mengakses media sosial, maka media sosial akan memberikan fasilitas dan akses yang sama dengan yang mereka berikan untuk pengguna dewasa.
Walaupun ada orang tua yang tidak mengijinkan anaknya yang berusia di bawah 13 tahun membuat akun media sosial, namun sebagian orang tua memberikan ijin pada anak-anak mereka yang berusia di bawah 13 tahun untuk membuat akun media sosial.
Hal ini terutama disebabkan karena orang tua telah memberikan anak telepon pintar.
Sebagian orang tua yang lain tidak mengijinkan anak mereka membuat akun pribadi, namun mengijinkan mereka un-tuk menggunakan akun media sosial milik orang tua.
Alasan umum orang tua memberikan telepon pintar pada anak sejak usia dini adalah:
- 1. Agar mudah dihubungi
- 2. Tidak ada waktu untuk menemani anak
- 3. Agar anak tidak menangis/ merajuk
Kebanyakan orang tua juga kurang menyadari bahwa beberapa platform percakapan instant (instant massaging) seperti LINE telah mengalami transformasi mengambil bentuk menyerupai media sosial.
Sehingga anak dan remaja dapat melakukan semua kegiatan online ketika menggunakan LINE, termasuk posting untuk konsumsi publik, mencari/ menerima informasi, memberi komentar.
Sebaliknya, banyak orang tua juga kurang menyadari bahwa platform media sosial telah melengapi fitur mereka dengan fitur percakapan instan (instant massaging).
Fitur percapakan instant pada platform media sosial ini memungkinkan anak untuk bercakap-cakap dengan teman-teman mereka di media sosial, termasuk dengan orang asing yang mereka terima sebagai teman.
Walaupun demikian, fokus orang tua dan para pemangku kepentingan lain bukanlah pada karakteristik media sosial yang sifatnya publik dan konvergen, melainkan pada konten media sosial.
Walaupun akun media sosial adalah milik individual, namun tanpa pengaturan privasi yang memadai, akun media sosial dapat dikonsumsi oleh publik (orang orang yang tidak pernah kita tambahkan sebagai teman).
Selain itu, kebanyakan orang tua dan juga pemangku kepentingan (yang sebagian besar adalah orang tua) seringkali kurang berhati-hati ketika memposting foto anak-anak pada akun sosial media mereka.
Kebanyakan orang tua dan pemangku kepentingan lain kebanyakan tidak memiliki informasi mengenai COPPA (Children's Online Privacy Protection Act).
COPPA menyatakan bahwa anak-anak di bawah usia 13 tahun adalah tanggung jawab orang tua mereka.
Selain itu, COPPA memberikan wewenang pada orang tua memberikan persetujuan (consent) informasi tentang anak yang dapat dipublikasi pada situs online.
Akibatnya, banyak di antara orang tua dan para pemangku kepentingan yang memberikan informasi mengenai anak di bawah usia 13 tahun di ranah maya.
Selain itu orang tua dan pemangku kepentingan kurang memiliki pemahaman yang baik mengenai karakter konvergensi pada media sosial.
Artinya, mereka kurang memahami bahwa satu platform dengan platform yang lain terhubung.
Sering kali tanpa sadar, orang tua memposting informasi keluarga dan/atau anak pada satu platform lalu secara tidak sengaja terposting juga pada platform lain.
Itulah di atas paparan mengenai Privasi Dan Keselamatan Anak dan Remaja di Media Sosial yang merupakan tema dari tulisan kali ini.
Semoga informasi di atas tentang Privasi Dan Keselamatan Anak dan Remaja di Media Sosial yang telah Admin bagikan kepada Anda dapat bermanfaat.
Terima Kasih.
Selamat Belajar Daring.
Posting Komentar untuk "Privasi Dan Keselamatan Anak dan Remaja di Media Sosial "